Sunday, December 26, 2010

REPTIL

REPTIL

ULAR

Ular adalah suatu kelompok reptilia yang bertubuh gilig panjang dan ramping. Panjangnya bervariasi; yang terkecil (ular lidi) sekitar 10 centimeter, sedangkan yang terbesar (ular sawa atau python) menurut Guinness Book of Record adalah 10 meter ditemukan di Sulawesi pada tahun 1912. Namun menurut Gatra (2004) di Taman Rekreasi Curug Sewu, Kendal, Jawa Tengah, terdapat ular Python reticulatus (ular sanca) dengan panjang 15 meter, lingkar tubuh 84 cm dan berat 447 kg hasil tangkapan suku kubu, Jambi.

Ular merupakan hewan berdarah dingin, maka temperatur tubuh mendekati suhu lingkungan, sehingga reptil ini sering berjemur di bawah sinar matahari saat hari dingin dan bersembunyi dalam tempat teduh saat udara panas. Seekor ular yang terlalu dingin akan menjadi lemas dan tidak dapat mencerna makanan dengan baik. Ular–ular tampak di daerah hibernate ketika musim dingin. Sebagian besar ular merupakan hewan semiakuatik yang hidup di darat tetapi masuk ke dalam air saat mencari mangsa. Ular air dapat bergantung di atas tumbuhan air dan mereka akan terjun ke dalam air saat dikejutkan atau saat mencari mangsa (Carpenter, 2001).

Ular tidak punya kaki, telinga dan gendang telinga. Tidak punya kelopak mata yang dapat digerakkan, untuk membedakan dengan keluarga kadal. Karakteristik anatomi yang lain tidak terlihat dari luar dan digunakan sebagai karakteristik pembeda (Grzimek, 1975).

Ular terdiri dari pectoral girdle dan tulang dada, bagian yang longgar dari tengkorak, lengkungan tulang zygomatic, tulang lacrimale dan elemen tulang lain. (Grzimek, 1975). Ular memiliki 200 – 300 ruas tulang iga kecuali dua tulang leher pertama. Tulang belakang dan tulang iga mempunyai persendian (artikulasi) yang sangat luwes. Itulah sebabnya ular mampu melakukan gerakan melingkar, melilit, mengembang atau mengempis (Dharmojono, 1998).

Bentuk dan letak organ internal (hati, lambung, paru-paru, ginjal, jantung, dan sebagainya) menyesuaikan bentuk tubuh ular yang langsing. Jantung di semua reptil tidak mempunyai ruangan yang sepenuhnya terpisah. Akan tampak lain bila dibandingkan dengan kura-kura yang tampak terlihat seperti kantung yang tertekan. Meskipun tidak memiliki thorax yang keras dan pelindung tubuh, tetapi relatif lembut. Lokasi jantung tidak dapat ditunjukkan secara visual. Di beberapa species, jantung terletak pada seperempat bagian dari panjang tubuh dari depan. Ular tidak suka dipegang pada bagian ini. Dan mereka akan bereaksi bersikap bertahan. Pada embrio, jantung dekat dengan kepala. (Grzimek, 1975).

Delaney (2000) mengatakan bahwa ular dapat dibedakan atas beberapa famili yaitu: Leptotyphlopidae (thread snakes) 2 genus, 78 spesies; Typhlopidae (blind snakes) 3 genus, 180 spesies; Anomalepidae (dawn blind snakes) 4 genus, 20 spesies; Acrochordidae (asian wart snakes) 2 genus, 3 spesies; Aniliidae (false coral snakes) 9 spesies; Uropeltidae (shield tail snakes) 8 genus, 44 spesies; Xenopeltidae (sunbeam snake) 1 genus, 1 spesies; Boidae (boas, pythons) 27 genus, 88 spesies; Colubridae (colubrids, boomslang, bird snake) 292 genus, 1562 spesies; Elapidae (cobras, mambas, coral) 61 genus, 236 spesies; Viperidae (vipers) 7 genus, 187 spesies; Hydrophidae (sea snakes).

Beberapa karakteristik umum akan membantu kita dalam membedakan ular yang berbisa dan yang tidak berbisa. Ular yang berbisa memiliki bintik atau bukaan di antara kedua matanya dan lubang hidung. Mereka juga memiliki pupil mata yang secara vertical berbentuk elips. Ular yang tidak berbisa tidak memiliki bintik dan memiliki pupil mata yang bulat. Selain itu, ular yang berbisa memiliki 1 baris sisik di bawah ekornya, sedangkan ular yang tidak berbisa tampak memiliki 2 baris sisik di bawah ekornya. Pola pewarnaan kulit secara umum sulit hingga tidak dapat secara pasti digunakan untuk membedakan kedua jenis ular karena adanya variasi dalam 1 spesies (Miller, 2003).

Viperidae dan Crotalidae mewakili sebagian besar perkembangan spesies dari reptil. Dua famili ini termasuk spesies yang berbisa sekali yang mempunyai alat memasukkan atau menyuntikkan venom mutlak sempurna. Pada ular yang pendek ujung tulang maxillaris keduanya panjang, gigi taringnya tajam melalui saluran internal yang mana racun diproduksi oleh glandula venom. Pintu saluran dekat ujung dari taring. Ketika mulut ular tertutup, gigi taring akan menutup ke dalam tetapi ketika mulut ular terbuka lebar gigi taring ditinggikan oleh rangkaian pengangkat tulang (Anonim, 2000).

Secara umum ular benar-benar tidak menggigit, mereka memasukkan giginya ke dalam daging korbannya dengan gerakan ke bawah dan memasukkan atau menyuntikkan venom pada waktu yang sama. Sistem kerjanya seperti siring hipodermik (Anonim,2000).

Senjata yang baik ini hanya digunakan untuk berburu baik ular berbisa maupun ular berderik. Ketika mangsa jaraknya dekat ular dengan cepat menangkap kepala dan bagian depan tubuh mangsa, menyuntikkan racun ke dalam tubuh korbannya kemudian menariknya dan meninggalkan mangsanya. Gerakannya sangat cepat sehingga kadang-kadang kita tidak dapat melihatnya. Setelah menyerang ular akan menunggu pengaruh racunnya dan akhirnya mencari tubuh mangsanya menggunakan sedikit penciuman untuk menangkap dengan garpu lidahnya (Anonim, 2000).

Famili ular berbisa ini hanya ditemukan di Asia, Eropa dan Afrika. Mangsa yang disukai oleh ular berbisa adalah rodensia kecil dan besar. Viperidae dan Crotalidae meninggalkan tempat persembunyiannya ketika suhu lingkungan diantara 60-800 F. Sehingga kita dapat mendekatinya dengan tetap menjaga jarak pada malam hari tergantung dengan temperatur. Seperti ular-ular lain, ular berbisa meletakkan telur mereka dan membiarkannya. Tetapi mereka berbeda dari ular yang lain dalam hal ini, ketika telur-telur diletakkan telur tersebut telah berisi penuh embryo yang sedang berkembang yang mana kulitnya dapat pecah dan keluar setelah beberapa jam. Pada beberapa spesies, perkembangan dari embryo di samping tubuh induknya dan betina dari ular berbisa sudah mempunyai venom dan segera pergi untuk berburu (Miller, 2003).

Viperidae merupakan ular berbisa yang juga disebut ular biludak, yang hidup di Eropa dan Asia. Satu dari kebanyakan spesies yang cantik mempunyai warna yang terang pada kulitnya yaitu ular berbisa rhinocheros (Miller, 2003).

Crotalidae lebih mengejutkan dibanding beberapa ular karena mereka besar, berat, hitam mengkilat. Meskipun begitu ular derik kurang berbahaya karena mereka memberi peringatan pada manusia daripada mereka membunuh manusia dengan cara menggerakkan ekor yang kecil. Cincin ekor akan bergetar menimbulkan bunyi yang khas dimana ini membuktikan bahwa ular tidak tentu agresif, gesit dan sebagai pemburu. Ketika melihat mangsanya ular derik tidak mendekati tapi menakuti dengan getaran ekornya atau jika di hadapannya panas (Anonim, 2000).

Organ istimewa ular derik ada di atas kepala, di antara hidung dan mata. Mereka mempunyai dua lubang penghubung dengan ruang kecil masing-masing bagian setengah dari membran. Organ itu dapat melepaskan sinar infra merah ke tubuh mangsa. Ular menggunakan itu untuk berburu, mereka menggunakan untuk mengikuti mangsa. Ular dapat berburu di semua situasi, siang, malam atau dalam gelap. Mereka juga dapat menggunakan untuk mamalia dengan tubuh lebih panas dari sekitar, tetapi tidak dapat bekerja untuk mangsa berdarah dingin seperti amphibi dan reptil (Miller, 2003).

Pakan ular

Pakan ular bervariasi. Ular air mengkonsumsi sejumlah besar ikan dan hewan amfibi. Ular darat memakan rodensia, telur burung, hewan amfibi seperti misalnya katak dan salamander dan ular lainnya. Pemberian pakan ular didasarkan pada jenisnya :

- Rattle snake : mammalia kecil, burung, dan kadal

- King kobra : ular lain

- Rainbow : mammalia kecil dan burung

- Racer : mammalia kecil, burung, kadal, dan amphibi

- Green : insektifora

- King snake : mammalia kecil dan kadal

- Hog nosed : mammalia, katak, dan salamander

- Coral : ular lain, kadal, mamalia kecil, dan ikan

- Kobra : mammalia kecil dan burung

- Copperhead : anakan kadal, katak dewasa, dan mamalia kecil

- Gropher, Bull,Pine : mammalia kecil dan burung

- Anaconda : mammalia kecil, burung, dan ikan

- Python, Boa : mammalia dan burung (Delaney, 2000)

Penentuan frekuensi pemberian pakan didasarkan pada rutinitas defekasi, tingkah laku dan kebutuhan fisiologi. Pada masa reproduksi frekuensi pemberian pakan sebaiknya ditingkatkan (Anonim, 2000).

Handling

Anastesi sangat diperlukan saat hendak memegang ular yang berbisa. Ular yang agresif harus dipegang secara lembut dan kuat pada bagian belakang kepala dan tubuhnya. Untuk mengantisipasi urinasi, defekasi dan sekresi dari glans analis, maka bagian belakang tubuh ular perlu diletakkan dalam karung (Delaney, 2000).

(Miller, 2003)

Sexing

Jenis kelamin ular dapat dibedakan menggunakan probe yang steril yang setelah diberi lubrikan dimasukkan ke dalam inverted hemipenis. Ular jantan memiliki hemipenis terbuka sehingga probe dapat masuk kira–kira 6–8 sisik panjangnya atau lebih. Pada ular betina probe hanya masuk sekitar 2–4 sisik. Beberapa betina memiliki vestigeal hemipenis (Delaney, 2000).

Pemeriksaan kesehatan

Ular yang baru datang hendaknya dikarantina terlebih dahulu selama 90 hari. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan kesehatan, meliputi pemeriksaan fisik, pemeriksaan feses dan pemeriksaan ektoparasit. Dalam pemeriksaan juga perlu dilakukan penimbangan terhadap berat badan. Pemeriksaan dimulai dengan mengamati gerakan respirasi dan tingkah laku ular. Bisa ular beracun diambil dengan menjepitkan gigi taring atas ular pada pinggiran gelas. Pada tahap ekdisis juga dilakukan penilaian yang tergantung pada umur, nutrisi dan ukuran ular. Pada awal ekdisis, mata dan kulit akan berkabut, pada pertengahan ekdisis mata menjadi bersih dan mengkilat, sedangkan pada tahap shed terjadi 1–4 hari setelah tahap pertengahan. Selama siklus shed hendaknya ular jangan dipegang karena kulit dalam kondisi sangat rapuh. Pemeriksaan gigi dilakukan dengan mengamati susunan gigi. Sebagian ular mempunyai 4 jajaran gigi pada bagian atas dan 2 jajaran gigi pada bagian bawah. Pergantian gigi ular terjadi secara teratur. Pada kondisi normal mukosa mulut ular berwarna pucat, mengkilat dan lembut. Auskultasi pada jantung dan respirasi ular sulit dilakukan, yang mungkin dilakukan adalah palpasi jantung. Ular merupakan hewan yang memiliki jadwal rutin dalam defekasi dan urinasi sehingga jika terjadi perubahan dapat digunakan sebagai indikasi terjadinya penyakit. Ular menyimpan urin di ureter dan kolon, bukan di vesika urinaria (Delaney, 2000; Carpenter, 2001).

Pengambilan sampel

Sampel darah dapat diambil dari v. palatina dorsalis, v. ventralis ekor dan kardiosentesis. Antikoagulan yang sebaiknya digunakan adalah heparin lithium (Miller, 2003).

Kandang

Kandang hendaknya disesuaikan dengan kebiasaan ular serta dibuat seaman mungkin sehingga ular tidak mudah keluar. Bahan untuk pembuatan kandang ular antara lain adalah kaca, fiberglass atau akrilik. Alas kandang dapat berupa koran atau ampas gergaji (Delaney, 2000).

Aplikasi medikasi

Pemberian obat biasanya dilakukan suntikan SC, IM, IV dan Intra Caelomic. Di samping itu bisa juga dilakukan cardiac puncture (Delaney, 2000).

Penyakit dan gangguan kesehatan

Beberapa penyakit dan gangguan yang sering dijumpai pada ular antara lain adalah : trauma, fraktur spina, kulit terbakar, anoreksia, infeksi sistemik sekunder, prolaps uterus-kolon–rektum, distokia dan obstipasi atau konstipasi (Delaney, 2000).

KEGIATAN PERAWATAN REPTIL DI KRKB GEMBIRA LOKA YOGYAKARTA

Perawatan Ular

Ular di karantina Gembira Loka di kandangkan di aquarium dari plastik yang memiliki tutup yang rapat dan di beri lubang yang cukup untuk kebutuhan sirkulasi. Setiap hari ular dan kandang dibersihkan bila telah kelihatan kotor. Caranya ular dikeluarkan dari akuarium dan dimasukkan ke dalam ember yang berisi air kemudian badan ular digosok dengan tangan. Setelah bersih, ular di jemur sambil di keringkan dengan handuk kering. Handling untuk ular yang besar dan atau berbisa selain menggunakan tangan dilakukan dengan hook ular serta dilakukan lebih dari satu orang. Pakan yang diberikan bervariasi antara lain mencit, tikus putih dan marmot. Pemberian pakan dilakukan setiap 1-2 minggu sekali dengan mencatat jenis dan jumlah makanan yang diberikan serta tanggal pemberiannya pada etiket yang di tempel di kandangnya.

Jenis ular yang terdapat di Gembira Loka antara lain : Molurus python, Reticulatus python, Liasis albertisi, Trimeresurus sp., Angkistrodon rhodostoma, Cobra, King Cobra.

Cobra

Spesies ini dikenal dengan tudung yang terletak disamping kulit dan kepala. Jika terancam cobra akan menegakkan kepalanya dan membentangkan tudungnya. Pada keadaan normal akan terlihat lebih besar. Raja kobra mempunyai panjang 13 kaki (4 meter). Sedikit tetesan bisanya dapat membunuh dalam beberapa menit. Di Asia Selatan cobra mempunyai tudung disekitar dorsal dengan ukuran tertentu dan topi yang keras seperti baja. Sedangkan cobra Afrika (Hemachalus atau kobra peludah) lebih suka tehnik mempertahankan. Binatang tersebut tidak kecil tetapi air liurnya beracun, ia dapat mengeluarkan bisanya dan berkelahi dengan sasarannya sejauh 6 kaki atau 2 meter, tetapi racunnya hanya efektif bila terkena mukosa. Jika bisa tersebut terkena mata dapat mengakibatkan kebutaan yang permanen (Miller, 2003).

Python reticulatus

Python, atau ular sawah suatu kelompok ular yang berciri khas badan berukuran besar dengan pola gambar yang menarik (Gambar 1). Python reticulatus bercirikan ukuran tubuh paling panjang diantara jenis python, yaitu dapat mencapai sekitar 13 meter. Warna kulit bagian punggung coklat atau kekuningan dengan bercak-bercak berbentuk silang atau jala. Bagian perutnya kuning muda dengan bercak-bercak kecil coklat. Di tengah bagian atas kepala terdapat garis hitam yang berjalan dari ujung moncong sampai bagian tengkuk, sedangkan di bagian sisi kepalanya terdapat garis miring berwarna gelap mulai dari mata sampai sudut moncong. (Anonim, 1994).

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.,2000,Reptilia,http://www.flmnh.edu/natschi/herpertology/Brittoncross/csp_cnov.html

Carpenter, Moshima, Rupiper, 2001, Exotic Animal Formulary, 2nd edition, W.B Saunders Company, USA.

Delaney, C.A.J., 2000, Exotic Companion Medicine Handbook, Zoological Education Network, Lake Worth, Florida.

Dharmojono, 1998. Hewan Eksotik Kesayangan. Cetakan 1. Penebar Swadaya. Jakarta.

Grzimeks, 1976, Animal Life Encyclopedia, Reptil vol.VI, Van Nostrand Reinhold Company.

Miller, M. F.,2003,Anatomyofsnake, http://www.herpetology.com/cdrom.html.

Thursday, November 25, 2010

MEKANISME KERJA AGONIS GnRH DALAM MENGHAMBAT OVULASI

Oleh : Sony Hanyuwito



Analog GnRH

Gn-RH alamiah merupakan hormon peptida pendek yang terdiri dari rangkaian 10 asam amino. Gn-RH ini memiliki waktu paruh yang singkat, ikatan reseptor yang lemah dan sangat mudah di hancurkan oleh enzim peptidase . Untuk mendapatkan analog Gn-RH , maka susunan asam amino pada Gn-RH alami diganti dengan asam amino lain pada rantai 6 dan 10. Menurut cara kerjanya analog Gn-RH di bagi dalam dua bentuk, yaitu agonis Gn-RH dan antagonis Gn-RH (Speroff, 2005).


Agonis GnRhH

Agonis GnRH adalah bentuk modifikasi dari GnRH yang mengikat reseptor GnRH pada hipofise dalam waktu lama, berbeda dengan GnRH alam yang mempunyai waktu paruh sangat pendek. Analog GnRH sudah cukup lama dikenal sejak ditemukan Schally dkk pada tahun 1977 yang berhasil mengisolasi, mengenal dan mensintesis Gn-RH. Gn-RH sintesis ini dikenal dengan istilah analog Gn-RH (Gn-RH-a). Hingga kini analog GnRH digunakan untuk beragam indikasi klinis antara lain: mencegah ovulasi dan menghentikan daur haid, menghentikan pertumbuhan dan memperkecil ukuran lesi endometriosis, memperkecil ukuran uterus, menghentikan pertumbuhan fibroma uterus dan meningkatkan penyusutan fibroma, perdarahan uterus disfungsi (PUD) dan kista ovarium.

Kerja Agonis GnRH

Pada pemberian agonis Gn-RH secara kontinyu (tanpa berdenyut), maka agonis Gn-RH tersebut akan menduduki reseptor di hipofisis anterior, dengan cara mengurangi sensitifitas hipofisis terhadap rangsangan agonis Gn-RH , sehingga terjadi penurunan sekresi LH dan FSH. Akibatnya produksi estrogen dan progesteron pun oleh ovarium akan berkurang (receptor down-regulation). Long-acting GnRH agonist ini (leuprolide, nafarelin, goserelin) mengakibatkan keadaan hipogonadal hipogonadotropik yang disebut pseudomenopause atau ooforektomi medikal , tetapi kedua istilah itu kurang tepat karena pada menopause ovarium tidak memproduksi estrogen karena tidak ada folikel. Pada kedua keadaan tersebut terjadi kenaikan kadar gonadotropin yang bermakna. Sebaliknya perempuan yang mendapat terapi agonis GnRH tidak memproduksi estrogen karena kedua ovarium tidak mendapatkan rangsang gonadotropin yang adekuat; akibatnya kadar FSH dan LH sangat rendah.

Pada awal pemberian terjadi stimulasi reseptor dan dengan sendirinya terjadi pengeluaran LH dan FSH dalam jumlah besar, sehingga terjadi pemicuan sintesis estrogen dan progesteron di ovarium (flare up). Ikatan reseptor agonis Gn-RH ini sangat kuat (slow reversibility), sehingga meskipun pemberiannya telah dihentikan namun efeknya terhadap tubuh manusia masih ada berbulan-bulan. Karena cara kerjanya yang menimbulkan flare up, dan mengurangi sensitivitas hipofisis anterior, maka analog Gn-RH jenis ini disebut pula sebagai agonis Gn-RH (Schweppe, 2005)

REFERENSI

Speroff. L, Fritz MA., Endometriosis , Clinical Gynecologic Endocrinology and
Infertility, 7th, William & Willkins, Baltimore. 2005; 1103 – 34.

Schweppe K-W, Hummelshoj L. Recommendations on the use of GnRH in the management of endometriosis. In: Lunenfeld B (ed). GnRH Analogs in Human Reproduction. United Kingdom: Francis & Taylor, 2005:53-66.

Friday, November 19, 2010

PENYAKIT INFERTILITAS PADA SAPI, BABI, KUDA, DOMBA, KAMBING, ANJING DAN KUCING



PENYAKIT YANG MENYEBABKAN INFERTILITAS PADA SAPI

BRUCELLOSIS PADA SAPI

Etiologi :Pada sapi di sebabkan oleh Brucella abortus, merupakan zoonosis, gram-negatif coccobacillus, ditularkan melalui konsumsi janin, plasenta, leleran rahim, atau bahan yang tercemar oleh produk tersebut.

Gejala Klinis :Pada sapi gejala klinik yang mencolok terjadi abortus, terutama pada usia kebuntingan lanjut (7-8 bulan). Umumnya sapi hanya mengalami keguguran sekali saja pada kebuntingan yang brurutan. Meskipun demikian induk sapi yang mengalami keguguran tersebut masih membawa Br. abortus sampai 2 tahun. Sapi yang terinfeksi secara kronik dapat mengalami higroma (pembesaran kantong persendian karena berisi cairan bening atau fibrinopurulen).

Diagnosis :

-Untuk screening digunakan uji rose bengal atau rapid agglutination test.
-Jika positif terhadap uji rose bengal perlu dilanjutkan dengan uji reaksi pengikatan komplemen (Complement Fixation Test) atau ELISA.
-Untuk daerah baru pengukuhan diagnosis harus dilanjutkan dengan isolasi Br.abortus.
-Uji serum aglutinasi pada manusia sering ditemukan negatif palsu meskipun sebenarnya mempunyai titer yang tinggi. Untuk mengatasi hal ini digunakan uji coombs atau anti human globulin test, disamping uji serum agglutinasi dan uji pengikatan komplemen.

-Isolasi Br.abortus pada sapi dilakukan dengan mengirimkan cairan, membran fetus, susu, kelenjar limfe supramamaria dalam keadaan segar dan dingin ke laboratorium.

Penanganan :Pada hewan khususnya sapi kasus brucellosis umumnya tidak berespon baik terhadap pengobatan. Oleh karena itu tindakan yang dilakukan didasarkan pada tinggi rendahnya prevalensi penyakit di suatu daerah. Pada daerah dengan prevalensi <> 2% dilakukan vaksinasi menggunakan vaksi Br. abortus strain 19.

LEPTOSPIROSIS

Etiologi :Penyebabnya yaitu Leptospira pomona, Leptospira gripothyposa, Leptospira conicola, Leptospira hardjo.

Penularan :Cara penularannya melalui kulit terbuka/ selaput lendir (mulut, pharynx, hidung, mata) karena kontak dengan makanan dan minuman yang tercemar.

Gejala Klinis :Gejala yang nampak diantaranya : anoreksia (tidak mau makan), produksi susu turun, abortus pada pertengahan kebuntingan dan biasanya terjadi retensi plasenta, metritis dan infertilitas.

Penanganan :Pengendalian kejadian leptospirosis meliputi sanitasi yang baik, isolasi hewan yang sakit serta hindari pakan dan minuman dari pencemaran, vaksinasi dengan serotipe (jenis) leptospira yang ada di daerah tersebut. Pengobatan dengan antibiotika dosis tinggi, 3 juta IU penicillin dan 5 gr streptomycin (2x sehari).

VIBRIOSIS

Etiologi :Penyebabnya adalah Vibrio fetus veneralis atau Campylobacter foetus veneralis.

Penularan :Dapat menular melalui perkawinan dengan pejantan tercemar.

Gejala Klinis :Gejala yang timbul diataranya : endometritis dan kadang – kadang salpingitis dengan leleran mukopurulen, siklus estrus diperpanjang ± 32 hari, kematian embrio, abortus pada trisemester 2 kebuntingan dan terjadinya infertilitas karena kematian embrio dini.

Penanganan :Pengendaliannya yaitu dengan cara IB dengan semen sehat, istirahat kelamin selama 3 bulan pada hewan yang terinfeksi, vaksinasi dengan bakterin 30-90 hari sebelum dikawinkan atau setiap tahun. Pengobatan dengan infuse (pemasukan) antibiotika spektrum luas secara intra uterin, injeksi pejantan dengan dihydrostreptomisin dosis 22 mg/kg BB secara subkutan (di bawah kulit).

TUBERKULOSIS

Etiologi :Penyebabnya adalah Mycobacterium bovis.

Penularan :Dapat menular melalui ekskresi, sputum (riak), feses, susu, urin, semen, traktus genitalis (saluran kelamin), pernafasan, ingesti dan perkawinan dengan hewan yang sakit.

Gejala Klinis :Gejala yang nampak diataranya : abortus, retensi plasenta, lesi uterus bilateral, salpingitis dan adhesi (perlekatan) antara uterus. Penanganan dan pencegahan diantaranya dengan sanitasi kandang dan lingkungan, pengobatan dengan antibiotika, isolasi hewan yang terinfeksi dan vaksinasi.

IBR- IPV

Etiologi :Penyebabnya adalah virus herpes dengan tingkat kematian prenatal dan neonatal cukup tinggi.

Penularan :Penularan dapat melalui air, pakan, kontak langsung maupun tidak langsung.

Gejala Klinis :Gejala yang nampak dalam berbagai bentuk, yaitu :

· Respiratorik bagian atas (demam, anorexia, depresi, leleran hidung, nodula/ bungkul-bungkul pada hidung, pharynx, trachea, batuk, penurunan produksi susu).

· Konjungtival (hiperlakrimasi dengan eksudat mukopurulen, konjungtiva merah dan bengkak, adanya pustula pada konjungtiva dan ulcer nekrotik.

· Digestif neonatal ( septikemia, lesi pada mulut, larynx dan pharynx).

· Meningoencepalitis (kelesuan, inkoordinasi, tremor, mati dalam 3-4 hari).

· Vulvovagina (septikemia, pustula dan ulcer pada vagina dan vulva disertai leleran purulen).

· Preputial (pustula dan ulcer pada penis dan preputium).

· Abortus dan prenatal (abortus pada trisemester kebuntingan).

· Intrauterina (endometritis nekrotik, uterus tegang dan edematus).

Penanganan :Pemberian antibiotik, karantina hewan dan istirahat kelamin selama 3-4 minggu, vaksinasi kombinasi (IBR, IPV dan BVD-MD).

BVD-MD

Etiologi :Virus BVD-MD.

Gejala Klinis :menyerang sapi dengan gejala: demam tinggi, depresi, anorexia, diare, lesi pada mukosa mulut dan sistem pencernaan, abortus pada 2-9 bulan kebuntingan serta terjadinya kawin berulang.

Penanganan :Pengobatan dengan pemberian antibiotika, pencegahan dengan vaksinasi umur 9-10 bulan. Sanitasi dan desinfeksi kandang dan lingkungan penting untuk diperhatikan.

EBA (Epizootik Bovine Abortion)

Etiologi :Penyebabnya Chlamydia atau Megawanella.

Gejala Klinis :Gejala yang nampak :abortus pada 4-9 bulan kebuntingan, stillbirth (lahir kemudian mati), jika fetus lahir maka lemah, retensi plasenta.

Penanganan :Pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian antibiotika. Sedangkan pengendaliannya dapat dilakukan dengan isolasi/ karantina hewan yang sakit, vaksinasi, sanitasi dan desinfeksi kandang.

TRIKOMONIASIS

Etiologi :Penyebabnya Trichomonas fetus, merupakan penyakit kelamin menular pada sapi yang ditandai dengan penurunan kesuburan (S/C tinggi), abortus dini (4 bulan kebuntingan/trisemester pertama kebuntingan).

Penularan :Penularan dengan kawin alam maupun dengan IB.

Penanganan :Pengendaliannya dengan:

· IB dengan pejantan sehat

· Istirahat kelamin

· Pemberian antibiotik intra uterin pada betina terinfeksi.

· Pemberian estrogen/ PGF2α

· Pejantan kronis diberi bovoflavin/ metronidazole atau dieliminasi.

TOXOPLASMOSIS

Etiologi :Penyebabnya Toxoplasma gondii, bersifat zoonosis sehingga dapat menyerang manusia.

Penularan : Penularan melalui pakan/ minum yang tercemar dengan ookista.

Gejala Klinis :Gejala yang nampak diataranya: demam, gangguan nafas dan syaraf, abortus, prematur maupun lahir lemah.

Penanganan :Pengobatan dengan antibiotika, kombinasi antara preparat sulfa (sulfadiazin) dan pyrimethamine. Pencegahan dengan menjaga sanitasi dan desinfeksi kandang serta lingkungannya.

PENYAKIT YANG MENYEBABKAN INFERTILITAS PADA BABI

SWINE VESICULAR DISEASE (SVD)

Etiologi :adalah penyakit, akut virus menular pada babi yang disebabkan oleh Swine vesicular disease virus, yaitu Enterovirus.

Patogenesis :Hal ini ditandai dengan demam dan vesikel dengan bisul berikutnya di mulut dan di moncong, kaki, dan dot. patogen relatif tahan terhadap panas, dan dapat bertahan untuk waktu yang lama di asin, kering, dan produk daging asap.

Gejala Klinis :

1. Demam

2. Vesikel di mulut dan di moncong dan kaki

3. Kepincangan dan gaya goyah, menggigil dan gerakan kaki menghentak-jenis

4. vesikula Ruptur dapat menyebabkan borok pada tungkai dan kaki, dan bantalan kaki mungkin longgar. hewan muda lebih parah terpengaruh. Pemulihan sering terjadi dalam seminggu. Tidak ada kematian dengan SVD.

Pencegahan :Tidak ada vaksin untuk SVD. tindakan Pencegahan adalah sama dengan yang untuk penyakit kaki-dan-mulut: hewan mengendalikan diimpor dari daerah tertular, sanitasi dan pembuangan sampah dari pesawat udara internasional dan kapal, dan memasak menyeluruh sampah. hewan yang terinfeksi harus ditempatkan di karantina ketat. Pemberantasan tindakan untuk penyakit ini termasuk mengkarantina daerah tertular, depopulasi dan pembuangan babi yang terinfeksi dan kontak, dan pembersihan dan desinfeksi tempat yang terkontaminasi.

BRUCELLOSIS BABI

Etiologi :Brucella suis ditularkan melalui kontak langsung dengan janin gugur dan sekresi, serta perkawinan.

Cara Penularan : Brucellosis ditularkan melalui ingesti bakteri yang terdapat dalam susu, fetus abortus, membran fetus, dan cairan uterus atau kopulasi dan inseminasi buatan. Pada sapi jantan, bakteri ini dapat ditemukan dalam semen yang dihasilkan. Pada domba, brucellosis juga diketahui dapat ditularkan antar domba jantan melalui kontak langsung. Infeksi biasanya tahan lama pada domba jantan dan B. ovis akan diekskresikan dalam persentasi yang tinggi secara intermiten selama kira-kira ≥4 tahun. Brucellosis dapat ditularkan ke manusia melalui konsumsi susu segar dan produk susu dari hewan yang terinfeksi atau kontak langsung dengan sekresi, ekskresi, dan bagian tubuh hewan yang terinfeksi, seperti jaringan, darah, urin, cairan vagina, fetus abortus, dan plasenta.

Patogenesis :Babi terinfeksi atau induk babi mungkin mengalami dengan infertilitas. Selain itu, aborsi dapat terjadi di trimester pertama, jika infeksi terjadi pada peternakan, dan selama akhir kebuntingan jika infeksi terjadi setelah hari ke-35 dari kebuntingan. Organisme ini memiliki potensi zoonosis.

Gejala Klinis : Gejala klinis brucellosis pada babi mirip dengan gejala pada sapi dan kambing. Gejala yang umum muncul adalah aborsi, sterilitas sementara atau permanen, orchitis, kepincangan, paralisis posterior, spondylities, dan terkadang dapat juga terjadi metritis dan pembentukan abses pada ekstrimitas atau bagian lain dari tubuh. Kejadian aborsi dapat berkisar antara 0 – 80% dan dapat terjadi pada awal kebuntingan sehingga tidak terdeteksi. Hewan yang demikian akan segera kembali ke siklus estrusnya. Timbulnya sterilitas adalah umum dan itu dapat menjadi satu-satunya gejala klinis yang timbul. Oleh karena itu, bila ada sterilitas dalam sekelompok hewan maka brucellosis akan menjadi kecurigaan utama.

Diagnosa Banding : Diagnosa banding brucellosis pada babi adalah penyakit lain yang menyebabkan aborsi, orchitis, arthritis, paralisis posterior, dan kepincangan. Aborsi di babi dapat juga disebabkan oleh Aujeszky’s disease (pseudorabies), leptospirosis, erysipelas, salmonellosis, streptococcidiosis, classical swine fever and porcine parvovirus infection.

Pencegahan :Babi yang dicurigai brucellosis harus dilaporkan kepada petugas kesehatan hewan.Kehati-hatian sangat diperlukan saat membeli individu babi yang memiliki titer aglutinin yang rendah, kecuali bila status kelompok asal babi tersebut diketahui. Babi yang telah dibawa keluar dari peternakan harus selalu diisolasi terlebih dahulu sebelum digabungkan dengan kawanannya. Babi baru sebaiknya dibeli dari peternakan yang diketahui bebas brucellosis, atau diuji dan diisolasi selama 3 bulan, kemudian diuji sekali lagi sebelum digabungkan dengan kelompok ternak. Pengendalian penyakit didasarkan pada pengujian dan pemisahan serta pengafkiran ternak yang terinfeksi karena tidak ada vaksin yang tersedia maupun pengobatan yang dapat dianjurkan.

LEPTOSPIROSIS BABI

Etiologi : Leptospirosis pada babi disebabkan oleh
1. Leptospira ponoma
2. Leptospira Bratislava
3. Leptospira icterohaemorrhagine

Leptospirosis disebabkan oleh spiroceta gram-negatif. Transmisi terjadi melalui kontak mulut, hidung atau mukosa mata dengan air kencing terkontaminasi.

Diagnosa :

· Leptospira tidak mudah tampak dalam liver-smear secara natural walaupun dengan dark-ground illumination (penerangan dengan latar belakang gelap)

· Namun dengan pewarnaan metode Levaditi akan ditemukan Leptospira pada sisi hati, ginjal, maupun glandula lymphatic abdominal yang mengalami hemoragi

· Leptospira bisa tampak pada darah atau organ babi yang diinjekssi dengan organisme ini

Diferensial Diagnosa :

· brucellosis

· parvovirus

· SMEDI (stillbirth, mummification, embryonic death, and infertility)

Patogenesis :Babi merupakan hospes pemeliharaan untuk serogrup Pamona, Australis dan Tarassovi, sedangkan infeksi insidental terjadi dengan strain dari Canicola, Icterohaemorrhagiae, dan serogrup Grippotyphosa. Infeksi akut leptospirosis umumnya asimtomatik. Namun, Leptospirosis kronis dapat bermanifestasi sebagai aborsi, lahir mati, infertilitas, dan kelahiran anak babi yang lemah. Leptospirosis adalah zoonosis penting untuk peternak dan staf rumah potong hewan yang kontak dengan babi.

Pencegahan :

· Vaksinasi

· Perawatan

· Kebersihan kandang

· mengasingkan babi yang terinfeksi

· sumber minuman yang baik

SMEDI (STILLBIRTH, MUMMIFICATION, EMBRYONIC DEATH, AND INFERTILITY)

Etiologi : penyakit reproduksi babi yang disebabkan oleh parvovirus babi (PPV) dan Enterovirus babi. Istilah ini SMEDI biasanya menunjukkan Enterovirus babi, tetapi juga bisa menunjukkan parvovirus babi, yang merupakan penyebab lebih penting dari sindrom.SMEDI menyebabkan aborsi, kematian neonatal, dan penurunan kesuburan pejantan. Penyakit ini disebarkan paling sering oleh konsumsi makanan dan air yang terkontaminasi dengan kotoran yang terinfeksi dan kadang-kadang melalui kontak seksual dan kontak dengan jaringan dibatalkan. Vaksin tersedia (ATCvet kode: QI09AA02).

Patogenesis :

Hal ini tergantung pada usia hewan yang terkena dan efisiensi sistem kekebalan tubuh. perlindungan Colostral berlangsung sampai usia 5 bulan, setelah itu menurun untuk semua waktu rendah untuk meningkatkan lagi di sekitar 12 bulan.

· Prenatal infeksi: virus perjalanan dari induk yang terinfeksi kepada janin melalui plasenta. Dalam hal ini, waktu kehamilan menentukan hasil infeksi.
- Jika janin akan terinfeksi dalam 30 hari pertama kehidupan janin, Anda memiliki kematian dan penyerapan semua, atau sebagian janin. Dalam hal ini, Anda mungkin memiliki kelahiran anak babi yang sehat, immunotollerant.
- Jika infeksi terjadi pada 40 hari, Anda memiliki kematian dan mumifikasi. Juga dalam kasus ini, beberapa atau semua janin yang terlibat, yaitu beberapa janin bisa lahir carrier sehat dan immunotollerant, atau penyakit.
- Jika virus melintasi plasenta pada trimester terakhir, Anda mungkin telah kematian neonatal, atau kelahiran anak babi yang sehat dengan pra-colostral kekebalan protektif.

· Postnatal infeksi (babi sampai usia 1 tahun). Infeksi terjadi oro-sengau, diikuti dengan periode viremic terkait dengan leukopenia sementara.

· Infeksi pada orang dewasa (lebih dari 1 tahun). subjek ini akan memiliki sistem, aktif kekebalan pelindung yang melindungi mereka, meskipun mereka harus kawin dengan laki-laki yang terinfeksi (yang rahasia virus dengan sperma).

Oleh karena itu, penting untuk dicatat bahwa virus sangat berbahaya bagi menabur dalam kehamilan pertama, yang akan pada usia 7-8 bulan, karena ia akan memiliki jumlah antibodi yang sangat rendah pada usia ini dan dengan mudah dapat kontrak virus melalui kopulasi.

Diagnosa :Histologi, lesi dalam miometrium karena infiltrasi monosit. Perkembangan janin terhambat, kongesti superficial yang berhubungan dengan hemoragi dan dehidrasi yang menyebabkan mumifikasi janin.

PARVOVIRUS BABI

Etiologi :Parvovirus Babi adalah endemik di sebagian besar peternakan, dengan banyak babi yang menunjukkan kekebalan aktif terhadap virus.

Patogenesis :Babi yang tidak memiliki kekebalan terhadap parvovirus babi sebelum konsepsi berada pada resiko tinggi infeksi dan penyakit reproduksi.

Gejala klinis :Virus ini ditransmisikan oronasal dan transplacenta. Klinis bermanifestasi sebagai tanda kegagalan reproduksi. Infeksi embrio pada hari 10-30 dari hasil kebuntingan di resorpsi dan kembali estrus tidak teratur. Infeksi pada janin pada hari 30-70 dari hasil kebuntingan di mumifikasi, sedangkan infeksi setelah hari 70 hasil dalam imunokompeten anak babi sehat. Tanda-tanda klinis lain mungkin meliputi infertilitas, lahir mati, kematian neonatal, dan pengurangan vitalitas neonatal. Selama infeksi transplasenta, sebagian dari anak mungkin terinfeksi, dengan sebagian intrauterina menyebarkan virus ke anak yang lain. Dengan demikian, kombinasi dari resorpsi, mumifikasi, dan stillbirths bisa terjadi bersamaan dalam janin tunggal.

DEMAM BABI KLASIK (CLASICAL SWINE FEVER) / HOG CHOLERA

Etiologi :disebabkan oleh Pestivirus. Babi juga rentan terhadap dua pestivirus lain, bovine virus diare dan penyakit. Babi adalah satu-satunya hospes alami virus demam babi klasik. Transmisi terjadi melalui kontak oronasal dengan babi yang terinfeksi, konsumsi pakan terkontaminasi, yang tersebar di udara jarak pendek, secara tidak langsung lewat muntahan, dan berpotensi melalui air mani.

Gejala Klinis :tanda-tanda klinis termasuk demam, anoreksia, konjungtivitis, diare, dan tanda-tanda pernafasan.

Patogenesis :transplasenta infeksi dapat terjadi pada setiap tahap kebuntingan dan mengakibatkan aborsi, mumifikasi dan stillbirths. Infeksi pada 50-70 hari dari kebuntingan dapat mengakibatkan kelahiran babi viremia. Anak babi ini tampak normal pada awalnya, tetapi kemudian mengembangkan tremor bawaan dan menurunkan berat badan. Mereka melayani sebagai terus-menerus reservoir virus demam babi klasik.

ENTEROVIRUS BABI DAN TESCHOVIRUS

Etiologi :Enterovirus Babi dan teschovirus adalah picornavirus [50]. Transmisi adalah melalui rute fecal-oral, tapi transmisi oleh bersin juga mungkin terjadi.

Patogenesis :Induk babi mungkin mengalami infertilitas, kematian embrio, lahir mati, dan mumifikasi, tanpa tanda-tanda klinis lain.

TOKSOPLASMOSIS BABI

Etiologi :Toxoplasma gondii, Toksoplasmosis terjadi melalui konsumsi makanan, air atau tanah yang terkontaminasi dengan oosista bersporulasi atau melalui konsumsi daging yang mengandung kista jaringan [60].

Patogenesis :Sedangkan kebanyakan infeksi tanpa gejala, aborsi mungkin terjadi [60,61]. Selain itu, babi mungkin akan lahir prematur, mati, lemah, atau mati segera setelah lahir [60].

Pencegahan :Pencegahan toksoplasmosis pada babi adalah penting untuk mencegah infeksi manusia melalui mengkonsumsi daging babi mentah.

PENYAKIT ANTHRAX

Epidemi :Anthrax adalah suatu penyakit pada hewan menyusui dan manusia, yang disebabkan oleh spora bakteri yang disebut Bacillusanthracis, Anthrax telah dan hampir menyebar di seluruh dunia dan bersifat penyakit zoonosis, yang berarti bisa ditularkan dari hewan kepada manusia. Anthrax merupakan penyakit yang indemik di Indonesia, kejadian sporadis diseluruh negara mengikuti kondisi lingkungan, Jawa Barat, Jawa Tengah,Yogyakarta, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur telah dilaporkan terjadi wabah anthrax pada hewan ternak pada tahun 2005.

Etiologi :Baccillusanthracis adalah bakteri gram positip, didalam tubuh hewan atau manusia dia adalah bakteri yang bersifat aerob.

Inang/ Hospes :Hewan memamah biak seperti sapi, domba dan kambing.

CaraPenularan :Melalui kontak langsung maupun tidak langsung, Anthrax masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan (Ingesti), Paru paru (inhalasi) atau kulit (cutaneouse).Walaupun kejadiannya jarang, tetapi mungkin anthrax masuk ke dalam tubuh dengan cara penularan mekanik / tidak langsung. Gigitan lalat dan serangga lain yangmungkin membawa anthrax stadium vegetatip.

Gejala Klinis :Pada Babi,anjing dan kucing, tidak ada nafsu makan, biasanya memperlihatkan kebengkakan yang menciri pada lymponodes di leher. Yang menyebabkan susah menelan dan bernafas karena termakannya bakteri.

Berdasarkan Jalan masuknya penyakit menjadi ciri khas gejala klinis (pada manusia dan hewan):

1. Anthrax tipe penafasan/paru-paru (pneumonic, respirasi, atau inhalasi) (biasanya pada manusia):

Anthraxtipe inhalasi adalah fatal , dengan angka kematian mendekati 100 %. Demam tinggi, gelisah, susah bernafas, kegagalan bernafas, kejang, mati.

2. Anthrax tipe pencernaan (pad manusia dan hewan):

Infeksi pencernaan dapat diobati tetapi angka kematiannya biasanya adalah 25 - 60 % tergantung dari pengobatan yang segera datang atau lambat. Demam,gelisah, tidak ada nafsu makan, diare, kejang, mati.

3. Anthrax tipe kulit (biasanya pada manusia):

Anthrax tipe kulit adalah bentuk yang kurangfatal jika diobati. Tetapi tanpa pengobatan mendekai 20 % kasus infeksi bentuk kulit menimbulkan toksemia dan mati.Infeksi antrax pada kulit terlihat seperti lukabakar yang pada akhirnya membentuk ulcer dengan warna hitam di tengahnya.

Diagnosa Banding :Per acute black leg; Malignant edema; Bacillary hemoglobinuria; Hypomagnesemic tetany; Enterotoxaemia

Pencegahan :

Pencegahan secara Sanitasi

1. Isolasi dari hewan yang sakit dan hewan yang pernah kontak dengan yang sakit.

2. Musnahkan bangkai.

3. Disinfeksi.

4. Lindungidaerah bebas.

Pencegahan secara medis

1. Vaksin.

2. Umumnya menggunakan vaksin aktip.

PENYAKIT YANG MENYEBABKAN INFERTILITAS PADA KUDA

CONTAGIUS EQUINE METRITIS (CEM)

Etiologi :Disebabkan oleh bakteri Taylorella equigenitalis. Kasus pertama di diagnosis di Inggris pada tahun 1977. Karena sifat berbahaya dari penyakit ini, sulit untuk menentukan asal atau seberapa luas itu penyebarannya di seluruh dunia.

Transmisi :CEM biasanya ditularkan secara langsung selama koitus dengan kuda yang positif CEM. Transmisi juga dapat terjadi secara tidak langsung melalui inseminasi buatan, seperti tangan yang terkontaminasi atau instrumen. Kuda jantan adalah sumber infeksi untuk wabah penyakit akut. Selama musim kawin, kuda carier dapat menginfeksi beberapa kuda sebelum penyakit tersebut terdiagnosis.

Tanda-tanda klinis :

Adanya tanda infertilitas, gagal untuk bunting setelah kuda dikawinkan. Kasus aborsi pada CEM jarang terjadi.

Ada tiga tingkatan umum infeksi pada kuda :

• Akut: adanya peradangan aktif pada uterus terciri dengan penebalan, adanya mucoid vulvar discharge berlangsung 10 sampai 14 hari setelah dikawinkan.
kronis: radang uterus yang lebih ringan adanya obvious vulvar discharge, dan infeksi lebih sulit untuk diterapi.

Carrier: Bakteri ini berkembang dan menetap pada saluran reproduksi.Meskipun terlihat tanpa gejala, masih menularkan penyakit dan dapat tetap menjadi pembawa selama beberapa bulan atau lebih.

Diagnosa :Dua dari infeksi kelamin paling umum pada kuda disebabkan oleh Klebsiella dan Pseudomonas spp. Diferensial diagnose dari CEM dapat digunakan isolasi T. equigenitalis, sampel untuk penanaman bakteri dapat diambil dari cervik atau endometrium selama estrus. Usapan dari kuda jantan harus diambil dari glans penis, glandis fossa, dan sinus uretra. Sampel bakteri harus ditaruh dalam media transportasi Aimes (Dengan arang) dalam pendinginan (4 sampai 6 ˚ C) dalam waktu 48 jam. Pada kuda, berbagai tes darah dapat digunakan untuk mendeteksi antibodi terhadap bakteri CEM. Pada kuda jantan, tes antibodi tidak dapat terdeteksi.

Pengobatan :Prinsip terapinya dengan menghilangkan dulu bakteri di dalam uterus, proses ini memakan waktu samapai beberapa bulan. Terapi untuk alat kelamin eksternal kuda betina dan kuda jantan dapat diobati dengan desinfektan dan antibiotik. Pemberian Chlorexidine 2% dengan di gosok-gosok dengan lembut pada genital eksternal kuda selama 5 hari berturut-turut, dapat juga diberikan deterjen ataupun garam. Untuk pemberian antibiotic secara topikal dapat menggunakan nitrofurazone.

EQUINE VIRAL ARTERITIS (EVA)

Etiologi :

- Virus RNA positif dari golongan Arterivirus.

- Berukuran kecil, beramplop, berbentuk icosahedral.

Gejala klinis :

- Demam (mencapai 41 0C).

- Depresi.

- Oedema (glandula mammae, skrotum, dll).

- Konjungtivitis dan leleran hidung.

- Abortus pada kuda yang sedang bunting.

- Kematian pada anak kuda yang baru lahir.

- Gangguan pernafasan.

- Gangguan saraf.

Patogenesis :Terdapat beberapa cara penularan virus ini, yang paling banyak adalah lewat sistem respiratori, melalui kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi. Virus juga dapat tertular melalui perkawinan atau inseminasi buatan. Kuda jantan dapat menjadi carrier virus ini. Abortus terjadi 30 hari setelah hewan terinfeksi virus. Dapat terjadi pada fase akut atau pada fase penyembuhan.

Diagnosa :

- Melalui gejala klinis

- Tes laboratorium : uji sampel darah, nasal swab dan semen untuk isolasi virus.

- PCR untuk mengetahui jenis virus RNa, ELISA untuk mendeteksi antibody dan uji netralisasi virus.

Terapi :

- Betina : terapi suportif.

- Jantan : menekan hormon testosteron.

- Tidak ada pengobatan pasti.

- Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi : "Arvac®" (Fort Dodge Animal Health, Overland Park, KS USA), "Artervac®" (also manufactured by Fort Dodge Animal Health).

EQUINE HERPES VIRUS-1 (EHV-1)

Etiologi :

- Virus RNA positif dari golongan Arterivirus.

- Berukuran kecil, beramplop, berbentuk icosahedral.

Gejala klinis :

- Abortus pada kuda yang sedang bunting.

- Paralisis.

- Demam.

- Gangguan pernafasan.

- Gangguan saraf.

Patogenesis :Terdapat beberapa cara penularan virus ini, yang paling banyak adalah lewat sistem respiratori, melalui mucosal epithelium yang berada pada lapiasan atas saluran pernafasan, dan melalui kontak langsung dengan sekresi hewan yang terinfeksi virus (dari nasofaring, saluran reproduksi, atau fetus yang abortus). Virus juga dapat tertular melalui perkawinan atau inseminasi buatan. Kuda terinfeksi setelah 14 hari virus masuk ke dalam tubuh.

Diagnosa :

- Melalui gejala klinis

- Tes laboratorium : uji sampel darah, nasal swab dan semen untuk isolasi virus.

- PCR untuk mengetahui jenis virus RNa, ELISA untuk mendeteksi antibody dan uji netralisasi virus.

Terapi :

- Betina : terapi suportif.

- Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi.

PENYAKIT YANG MENYEBABKAN INFERTILITAS PADA DOMBA

OVINE VIBRIOSIS

Etiologi :Campylobacter (Camphylobacter fetus, Camphylobacter jejuni) Merupakan bakteri berbentuk batang, gram negatif yang ditularkan melalui ingesta dan di feses, janin diaborsikan, plasenta, dan leleran vagina domba yang keluar.

Gejala Klinis :Abortus pada akhir kebuntingan, Stillbirth, Cempe lahir dengan kondisi lemah, Metritis berkembang setelah abortus kemudian sakit dan mati, Subspecies jejunum dapat menyebabkan diare.

Penularan :Lewat ingesti, melalui bangkai, masa inkubasi 7-25 hari.

Diagnosa :Dengan melihat plasenta yang mengalami keradangan, Oedema, Kotiledon fetus nekrosa dan fetus yang diaborsikan dalam keadaan segar, Pada bebrapa kasus, subkutan fetus oedema.

Terapi :Domba yang abortus diisolasikan, Domba yang bunting diinjeksi 300.000 IU Penicillin dan 1 g dihidrostreptomisin.

BRUCELLOSIS

Etiologi :Aborsi pada domba dapat disebabkan oleh Brucella melitensis atau jarang B. Ovis.

Gejala Klinis :Domba umumnya tidak menunjukkan gejala, tetapi dapat aborsi pada trimester ketiga, kelahiran mati atau melahirkan seekor anak domba lemah. Domba terbebas dari bakteri dalam beberapa minggu setelah aborsi.

Penularan :Melalui Ingesti dan inhalasi, Feses yang terkontaminasi, Silase dengan pH meningkat

Diagnosa :Dengan Isolasi mo dari feses, susu, jaringan fetus (hati), Jika isolasi mo dari traktus genetal sebaiknya 10 hari setelah abortus sedang jaringan tubuh 25-36 hari, Imunofluorescent, Dengan Tes aglutinasi dan titer aglutinin perlu untuk dipertimbangkan.

Terapi :Mengisolasi domba yang abortus dan perbaikan pakan, Pemberian antibiotik dosis tinggi selama 5 hari.

SALMONELLOSIS

Etiologi :Aborsi pada domba dapat mengikuti infeksi dengan Salmonella abortus-ovis, Salmonella Montevideo, atau Salmonella arizonae.

Gejala Klinis :Asympomatik, Abortus terjadi 6-25 hari setelah infeksi dan fetus akan dikeluarkan secara kontinyu sampai hari ke 18 setelah abortus. Metritis dan retensi plasenta sering mengikuti setelah abortus. Infeksi dapat menyebabkan bakterimia, plasentitis diikuti dengan kematian fetus. Demam, depresi dan diare.

Penularan :Melalui domba-domba yang tercemar, Ingesti lewat makanan dan minuman yang tercemar.

Diagnosa :Dengan Tes serologi. Identifikasi organisme dari isi perut fetus, jaringan plasenta atau leleran vagina.

Terapi :Isolasi hewan yang sakit. Pemberian chloramfenicol, furazolidone dan trimethropine, Vaksinasi.

BLUETONGUE VIRUS

Etiologi : Bluetongue virus, sebuah orbivirus, ditularkan oleh nyamuk (Culicoides variipennis).

Patogenesis : Domba yang terinfeksi dapat aborsi, mengalami mumifikasi fetus atau membuat anak domba mengalami cacat bawaan (hiydranencephaly, porencephaly, disgenesis cerebellar, kelainan bentuk tulang).

Gejala Klinis :

· Abortus

· Mumifikasi fetus

· Cempe mengalami defek konginetal (hydranencephaly, porencephaly, cerebellar dysgenesis, skeletal deformities)

· Domba menunjukkan tanda klinis demam, lameness, ulcer pada mulut dan hidung, swollen tongue, ear dan face.

Penularan : ditularkan oleh nyamuk (Culicoides variipennis).

TOXOPLASMOSIS

Etiologi :Domba terinfeksi oleh Toxoplasma gondii melalui konsumsi pakan terkontaminasi dengan oosista bersporulasi.

Gejala Klinis :

· Jika domba terinfeksi 14 hari kebuntingan asimptomatik

· Jika infeksi <>

· Jika infeksi pada 40-120 hari kebuntingan terjadi maserasi fetus, mumifikasi fetus, abortus.

· Jika infeksi 120 hari kebuntingan menunjukkan stillbirth atau lahir lemah pada cempe

· Yang khas adalah kotiledon berwarna terang sampai gelap dengan nodule putih kecil yang banyak dengan diameter 1-3 mm.

Penularan :Penyebaran lewat vektor yaitu kucing.

Diagnosa :Dilihat dari sejarah dan gejala klinis. Pemeriksaan mikroskopik dengan pengecatan Giemza atau Leisman dan histologik terhadap nodul. Atau dengan Tes serologic serum induk.

Terapi :Sulfonamide.

PENYAKIT YANG MENYEBABKAN INFERTILITAS PADA KAMBING

LISTERIOSIS

Etiologi :Disebabkan oleh L. Monocytogenes.

Patogenesis :Infeksi pada awal kebuntingan oleh L. Monocytogenes dapat mengakibatkan aborsi, sedangkan infeksi pada akhir kebuntingan menyebabkan kelahiran mati atau kelahiran anak yang lemah.

Gejala Klinis :Sebelum aborsi, bisa mengalami demam, penurunan nafsu makan, dan produksi susu berkurang.

Diagnosa : Organisme bisa ditumpahkan dalam susu setelah mengalami aborsi. Umumnya, bentuk ensefalitis tidak terjadi bersamaan dengan aborsi. L. Monocytogenes bisa bertahan di dalam tanah dan kotoran, dan tumbuh di jerami yang terfermentasi sedikit. Aborsi dilaporkan setelah merumput pada rawa, tanah ber-pH tinggi. Listeria adalah zoonotik dan dapat menyebabkan penyakit neurologik pada manusia.

BRUCELLOSIS

Etiologi :B. melitensis ditransmisikan ke kambing melalui konsumsi pakan atau air yang terkontaminasi.

Patogenesis :Pada saat bunting, bakteri dapat menginfeksi plasenta dengan resultan aborsi akhir kebuntingan. Organisme ini menyebabkan demam undulan (sinonim dengan demam Malta, demam Gibraltar, dan demam Mediterania) pada manusia yang mengkonsumsi susu terkontaminasi yang belum dipasteurisasi atau keju.

Gejala Klinis :Menunjukkan tanda-tanda klinis demam, depresi, penurunan berat badan, diare, mastitis, kepincangan, dan melahirkan anak-anak yang lemah. Bakteri yang menumpahkan dalam susu, urine, kotoran, dan selama 2-3 bulan di leleran vagina.

CAPRINE HERPESVIRUS

Etiologi :Caprine herpesvirus adalah herpesvirus alpha yang dapat menyebabkan aborsi pada akhir kebuntingan tanpa ada tanda-tanda klinis sebelumnya.

Patogenesis :dapat menyebabkan aborsi pada akhir kebuntingan tanpa ada tanda-tanda klinis sebelumnya. Virus ini juga dapat menyebabkan vulvovaginitis dan penyakit pernapasan. kebuntingan berikutnya tidak terkena virus.

Diagnosis :Seperti herpesvirus lainnya, herpesvirus kambing memiliki keadaan laten yang bisa diaktifkan kembali oleh keadaan stres, imunosupresi atau mungkin dalam keadaan estrus. Setelah reaktivasi, virus bisa dikeluarkan melalui rute pernapasan atau kelamin.

TOKSOPLASMOSIS

Etiologi :Toxoplasma gondii.

Patogenesis :Toksoplasmosis bisa menyebabkan aborsi, kelahiran mati, kematian janin, resorpsi janin, kelahiran anak yang lemah, atau kelahiran anak sehat.

Diagnosis :Infeksi pada kebuntingan (30 - 90 hari) umumnya menghasilkan resorpsi janin atau mumifikasi, sedangkan infeksi pada paruh terakhir kebuntingan tidak menampakkan gejala namun aborsi terjadi 2-3 minggu sebelum melahirkan. Aborsi terjadi karena nekrosis dari kotiledon.

Penularan :protozoa ini menular ke kucing melalui mengkonsumsi hewan pengerat atau burung yang terinfeksi. Melalui makanan atau air yang terkontaminasi dengan feses kucing yang mengandung oosit yang resisten; organisme kemudian memasuki aliran darah dan menyebar ke plasenta dan janin. Toksoplasmosis merupakan zoonotik potensial.

PENYAKIT YANG MENYEBABKAN INFERTILITAS PADA ANJING

BRUCELLOSIS

Etiologi :Pada anjing disebabkan oleh Brucella canis, Brucella canis adalah bakteri gram negatif intraseluler coccobacillus.

Patogenesis :Infeksi dapat menyebabkan infertilitas, kematian embrio dini, resorpsi janin, dan aborsi akhir kebuntingan.

Gejala Klinis :Anjing betina mungkin tidak menunjukkan tanda-tanda klinis sebelum aborsi. Setelah aborsi, leleran vagina serosanguinus dapat muncul untuk 1-6 minggu. Sejumlah besar bakteri dapat berada dalam material aborsi dan leleran dari vulva setelah aborsi. Sedangkan potensi zoonosis B. canis lebih kecil dari Brucella sp., imunosupresi atau individu yang hamil harus menghindari kontak dengan cairan atau jaringan yang diaborsikan.

CANINE HERPESVIRUS

Etiologi :Canine herpesvirus.

Patogenesis :Dapat menyebabkan aborsi, kelahiran mati dan resorpsi embrio. Infeksi neonatal biasanya terjadi saat lahir, namun, infeksi transplasenta dapat terjadi dan menyebabkan mumifikasi fetus atau fetus mati, kelahiran mati, atau kelahiran anak anjing yang lemah.

Penularan :Seekor anjing betina hamil dapat menjadi terinfeksi melalui kontak langsung dengan sekretsi dari mukosa (pernapasan atau alat kelamin). Selain itu, infeksi laten mungkin akan aktif kembali selama kebuntingan dengan virus yang dihasilkan berubah.

CANINE DISTEMPER

Etiologi :Canine distemper disebabkan oleh morbillivirus.

Patogenesis :Virus ini telah terbukti menyebabkan aborsi, kelahiran mati dan infeksi bawaan pada anak anjing. Abortus dapat diikuti infeksi sistemik dari induk anjing atau infeksi transplasenta. Anak anjing yang terinfeksi transplacenta dapat mengembangkan tanda-tanda neurologis dalam waktu 6 minggu setelah kelahiran.

CANINE PARVOVIRUS TIPE 1

Etiologi :Canine parvovirus tipe 1, agen penyebab minute virus of canines,

Patogenesis :Dapat menyebabkan resorpsi embrio, kelahiran mati, atau kelahiran anak anjing yang lemah.

TOXOPLASMOSIS

Etiologi :Disebabkan oleh Toxoplasma gondii, dapat menyebabkan placentitis dengan penyebaran takizoit pada fetus.

Patogenesis :Secara percobaan infeksi pada anjing betina menyebabkan infeksi kongenital dan aborsi.

NEOSPORA CANINUM

Etiologi :Oleh N. Caninum, telah terbukti secara eksperimental untuk ditransmisikan transplacenta.

Patogenesis :Neosporosis dapat mengakibatkan kematian dini janin, mumifikasi, resorpsi dan kelahiran anak anjing yang lemah. Namun, belum terbukti dapat menyebabkan aborsi.

PENYAKIT YANG MENYEBABKAN INFERTILITAS PADA KUCING

FELINE HERPESVIRUS

Etiologi :Feline herpesvirus 1 merupakan herpesvirus alpha yang menyebabkan rhinotracheitis.

Patogenesis :Infeksi secara eksperimen menyebabkan aborsi dan kematian janin intrauterina; Namun, virus belum dapat diisolasi dari jaringan janin yang diaborsikan. Hickman melaporkan bahwa dalam wabah herpesvirus di suatu koloni bebas patogen spesifik, hanya 1 dari 51 kucing bunting pada saat awal wabah yang mengalami aborsi. Namun, angka kematiannya 62% pada anak-anak kucing berumur 1 minggu yang lahir dari induk kucing yang terinfeksi secara akut selama periode perinatal.

FELINE INFECTIOUS PERITONITIS VIRUS

Etiologi :Feline infeksius peritonitis disebabkan oleh coronavirus.

Patogenesis :Virus ini dikaitkan dengan aborsi kebuntingan akhir, bayi lahir mati, resorpsi janin, endometritis, dan kematian tinggi pada anak kucing pada minggu pertama kehidupan. Beberapa kucing ras memiliki kecenderungan genetik untuk FIP (Heritabilitas 50%), dan dengan demikian tidak boleh digunakan sebagai pemuliaan hewan.

FELINE LEUKEMIA VIRUS

Etiologi :Feline leukemia adalah retrovirus.

Patogenesis :Dapat mengakibatkan aborsi, infertilitas dan resorpsi janin. Umumnya, induk kucing tidak menunjukkan gejala sebelum aborsi.

FELINE PANLEUKOPENIA VIRUS

Etiologi :Feline panleukopenia virus merupakan parvovirus.

Patogenesis :Dapat menyebabkan aborsi, kelahiran mati, dan hipoplasia cerebellar pada anak kucing. Tanda-tanda ini tidak selalu terkait dengan penyakit gastrointestinal klasik di induk kucing.

REFERENSI

Anonimus, 2008, Leptospirosis Pada Babi.

http://www.vet-klinik.com/Peternakan/Leptospirosis-pada-babi.html

Anonimus, 2009, SMEDI, Wikipedia. http://en.wikipedia.org/wiki/SMEDI

Anonimus, 2010, Balai Besar Karantina Tanjung Priok, Jakarta. http://www.bbkptgpriok.deptan.go.id/detailberita.php?id=272

Anonimus, 2010, Brucellosis pada sapi. http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1974883-brucellosis/

Anonimus, 2010, Center For Indonesia Veterinary Analystical Studies. http://www.civas.net/content/penanganan-penyakit-brucellosis

Anonimus, 2010, Contagious Equine Metritis, United states departement of agriculture.

http://www.aphis.usda.gov/animal_health

Anonimus, 2010, Swine vesicular disease, Wikipedia

http://en.wikipedia.org/wiki/Swine_vesicular_disease

Daniel Givens, M., Marley, M.S.D. Infectious Causes Of Embrionic And Fetal Mortality. Department of Clinical Sciences, College of Veterinary Medicine, Auburn University, Auburn, AL 36849, United States.

Ratnawati D, Pratiwi C.W, dan Affandhy L., 2007, Petunjuk Teknis Penanganan Gangguan Reproduksi Pada Sapi Potong, Pusat Penelitian Dan Pengembangan Peternakan Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian